Tim jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi dijadwalkan membacakan tuntutan atas perkara dugaan penyuapan pengurusan hak guna usah (HGU) di Buol, Sulawesi Tengah, dengan terdakwa Hartati Murdaya Poo. Pembacaan tuntutan itu berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Salah satu pengacara Hartati, Dodi Abdul Kadir, menilai, sedianya jaksa KPK menuntut bebas kliennya. Dodi menganggap, tidak ada bukti yang menunjukkan Hartati menyuap Bupati Buol Amran Batalipu terkait pengurusan HGU.
"Tuntutan jaksa akan menyesuaikan dengan bukti-bukti di persidangan dan kita tahu tidak satu pun yang sesuai dengan surat dakwaan. Bahkan, sebetulnya dari bukti-bukti itu, seharusnya jaksa menuntut hakim membebaskan Ibu Hartati," kata Dodi saat dihubungi wartawan.
Selama ini, pihak Hartati berdalih bahwa pemberian uang kepada Bupati Amran itu bukanlah suap, melainkan sumbangan dana kampanye pemilihan kepala daerah. Saat pemberian berlangsung, pertengahan 2012 lalu, Amran tengah mencalonkan diri kembali sebagai bupati Buol.
"Dilihat dari fakta itu, yang terjadi sebenarnya adalah pelanggaran pemilukada, sanksinya adalah administratif kepada calon bupati dengan dasar undang-undang pemilukada, pemberi sumbangan tidak bisa dikenai sanksi. Jadi, akan aneh jika jaksa melakukan penuntutan menggunakan UU Tipikor karena Amran saat itu statusnya calon bupati, bukan penyelenggara negara," kata Dodi.
Sementara itu, jaksa KPK memiliki bukti yang menunjukkan ada janji pemberian uang Rp 3 miliar dari Hartati kepada Amran. Dalam persidangan sebelumnya, tim jaksa KPK memutar rekaman pembicaraan antara Hartati dan Amran yang membahas masalah kepengurusan izin di Buol. Rekaman itu pada intinya menunjukkan ada janji pemberian dana yang disampaikan Hartati kepada Amran. Hartati juga terdengar meminta Amran mengurus penerbitan izin-izin terkait sisa lahan seluas 75.000 hektar atas nama PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM). Isi rekaman ini pun diakui Amran saat bersaksi dalam persidangan.
Politikus Partai Golkar itu mengaku dijanjikan "dua kilo" yang artinya Rp 2 miliar terkait kepengurusan izin-izin tersebut. Dalam memproses Hartati ke persidangan, tim jaksa KPK mendakwa Direktur Utama PT CCM/ PT Hardaya Inti Plantation itu dengan Pasal 5 Ayat 1 Huruf a juncto Pasal 64 Ayat 1 juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP atau Pasal 13 dalam undang-undang yang sama. Ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara.
0 komentar:
Posting Komentar